Tanggal 7 Oktober 1527 merupakan hari jadi Indramayu versi Pemkab Indramayu sesuai Perda No. 02/1977 tanggal 24 Juni 1977. Pengambilan tanggal tersebut merupakan rangkaian dari penetapan buku “Sejarah Indramayu”. Buku itu disusun Tim Penelitian Sejarah Indramayu berdasarkan Surat Keputusan Bupati Indramayu Nomor 44/47/Ass.V/Huk/76 tanggal 13 September 1976. Meski dinilai kontroversial, hingga kini putusan tersebut masih digunakan.
Terlepas dari kontroversi tersebut, cukup menarik untuk menelusuri penemuan bangsa asing teradap wilayah yang sekarang bernama Kabupaten Indramayu tersebut. Ternyata pada abad ke-15 diketemukan penggambaran tentang Indramayu berdasarkan berita yang ditulis orang Cina dan Portugis. Nama yang dikenal adalah Cimanuk.
Lidah orang Cina menyebut daerah tersebut sebagai Tanjung Ciao-c’iang-wan, seperti berita yang ditulis dalam buku Shun-feng siang-sung (Angin Baik sebagai Pendamping) sekitar tahun 1430. Tanjung Ciao-c’iang-wan, diartikan sekarang sebagai tanjung di Indramayu.
Tome Pires, pengelana Portugis taun 1513-1515 menyebutnya Chemano, seperti tertuang dalam buku Summa Oriental. Sedangkan Joao de Barros, juga dari Portugis menyebut Chiano atau Chenano, seperti tertulis dalam buku “Da Asia, Decada IV” yang diedit Joao Baptista Lavanha (1615).
Ciao-c’iang-wan
Buku Shun-feng siang-sung menuliskan begini, “Dalam pelayaran ini dari Shun-t’a ke timur sepanjang pantai utara Jawa, kapal-kapal menuju arah 97,5 derajat selama tiga penjagaan untuk sampai ke gunung Cia-liu-pa (=Kalapa); lalu mereka menyusuri pantai lewat Tanjung Ciao-c’iang-wan (Indramayu), dan menuju arah 187,5 derajat selama empat penjagaan sampai tiba di Che-li-wen (Cirebon)…”.
Pada bagian lain tertulis, “Kapal-kapal dari Banten menuju arah timur sepanjang pantai utara Jawa, melalui Cha-liu-pa (Kelapa), Tanjung Ciao-c’iang-wan (Indramayu) dan Che-li-wen (Cirebon)…”
Penggambaran ini menunjukkan Cimanuk sudah dikenal dan pernah disinggahi bangsa asing (Cina), tetapi nama Indramayu belum ada. Hal yang sama juga pada nama Kalapa ( Jakarta ). Suatu hal yang berbeda untuk daerah Cirebon , yang namanya sudah disebut dengan lidah Cina sebagai Che-li-wen.
Pemisah Pulau Jawa
Potret tentang Cimanuk tampak lebih utuh hingga pada detil-detil yang kecil sekalipun, seperti dalam dalam buku Tome Pires, Summa Oriental . Bahkan ia menyebut Cimanuk sebagai batas Kerajaan Sunda. Laporannya cukup panjang, yang jika diringkas seperti ini:
Laporan ini bermula dengan Kerajaan Sunda sampai di Blambangan (Bulambuam). Kota besar Kerajaan Sunda (Cumda) disebut Dayo. (maksudnya dayeuh, bhs Sunda, artinya kota atau ibukota, yang dimaksud adalah Pakuan Pajajaran di Batutulis Bogor). Disebut juga ada pelabuhan Bantam (Banten), pelabuhan Pontang (Pomdam), bandar Cheguide (Cigede), Tamgaram (Tangerang), Calapa (Kelapa), Chemano (Cimanuk). Sungai Cimanuk merupakan batas di antara kedua kerajaan.
Sebagian orang mengatakan Kerajaan Sunda meliputi separuh Pulau Jawa. Orang lain berpendapat mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling pulau Sunda tiga ratus legoa (league, bhs. Inggris, artinya 3 mil, maka 6.1-6.6 km di darat dan 5.5 km di laut, jadi 16.5-17.5 legoa = 1 derajat garis lintang). Ujungnya adalah Cimanuk. Di sepanjang tepian sungai itu hulu ke hilir tumbuh pohon-pohon. Pada tepi yang satu condong ke negeri seberang dengan cabang-cabang sampai ke tanah. Pohon-pohon ini besar, tinggi serta bagus.
Bahasa Sunda memang berbeda dengan bahasa Jawa, walaupun bersama-sama di satu pulau yang dipisahkan hanya oleh sungai Cimanuk. Pulau itu sangat sempit di tempat-tempat tertentu, namun bersambung dan membentuk satu pulau saja.
Tentang Cimanuk, Tome Pires menulis secara kusus. Menurutnya, pelabuhan ini adalah pelabuhan keenam. Jung-jung (kapal) tidak dapat berlabuh di sini, kecuali di lepas pantai, tetapi pendapat yang lain menyatakan bisa berlabuh. Banyak orang Islam tinggal di ini. Kepala Pelabuhan dikirim dari raja Sunda itu, seorang penyembah berhala (bukan Islam). Cimanuk memiliki perdagangan yang baik. (Orang) Jawa pun berdagang dengannya. Cimanuk sebuah kota yang besar dan bagus.
Sedangkan Joao de Barros dalam da Asia, Decada IV (1615) menuliskan Sungai itu mereka sebut Chiamo atau Chenano (Cimanuk). Cimanuk memotong seluruh pulau tersebut dari laut ke laut di ‘bagian ketiga seperti disebut, sehingga apabila orang Jawa terjalin ke barat dengan Pulau Sunda. Sungai Cimanuk tersebut memisahkan kedua negeri itu; dan ke sebelah timur Pulau Bali dan ke utara Pulau Madura dan ke selatan terdapat laut yang belum diketahui.
Tahun 1869
Nama Indramayu pada abad ke-15 ternyata belum dikenal. Nama Indramayu sebagai kabupaten dilakukan pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-19, seperti tertuang dalam Regerings Almanak voor Nederlands Indie 1869 untuk menetapkan seorang bupati dengan wilayah kabupaten. Sebelum masa tersebut, nama Indramayu lebih mengacu pada nama Dermayu, sebuah desa yang disebut-sebut dalam babad, yang sekarang berada di Kecamatan Sindang. Penamaan Kabupaten Indramayu dan jabatan bupati juga harus diakui menurut versi Belanda, yakni sejak 1869.
Selama ini penemuan dan penentuan hari jadi sebuah kota atau kabupaten berupaya untuk mencari yang “paling tua”. Seakan-akan semakin tua sebuah daerah, semakin tua pula peradabannya. Penetuan hari jadi seringkali menagabaikan faktor-faktor historis, arkeologis, dan filologis. Hari Jadi Kab. Indramayu, misalnya, ternyata berdasar babad yang berorientasi terciptanya nama Dermayu, sebuah desa yang memiliki aspek historis. Tetapi tinjauan secara administratif pemerintahan, tidaklah sama dengan geografis kabupaten. Desa-desa lain juga memiliki sejarahnya sendiri. Dalam hubungan ini, hari jadi Kabupaten Indramayu tentu saja berbeda dengan hari jadi Desa Dermayu. (Supali Kasim)***
dimuat di PR Edisi Cirebon
Saya baru mengenal Bapak ketika ketemu di seminar Kampus Hijau dengan Perpustakaan Indramayu, mohon izin Pak tulisanya saya ambil untuk salah satu sumber sejarah Indramayu dalam bentuk video di youtube. salam Hormat saya kepada Bapak.
BalasHapus