Memaknai Bulan
Oleh SUPALI KASIM*
Di antara duabelas bulan dalam setahun, ada bulan-bulan tertentu dalam kalender Cerbon-Dermayu yang dimaknai secara khusus. Ada korelasi antara waktu, peristiwa dan pemaknaan. Masyarakat seperti mengikatnya dalam bentuk tradisi dan budaya, bertahun-tahun, turun-temurun. Pemaknaan secara sosio-kultur dengan menganggap sebagai penanda berkah terjadi pada bulan Sura (Muharam), Sapar (Shafar), Mulud (Rabiul Awal), Rejep/Rajab (Sya’ban), dan Puasa (Ramadhan). Sebaliknya pada bulan Kapit (Dzulaqa’dah) ditandai sebagai bulan buruk atau bala yang harus dimaknai sebagai kewaspadaan.
Sabtu, 17 Oktober 2009
Opini POLITIK, POLITISI, DAN PEREMPUAN INDRAMAYU
Politik, Politisi, dan Perempuan Indramayu
Oleh SUPALI KASIM
Stigma politik adalah milik kaum laki-laki, mungkin benar. Setidaknya dilihat dari segi kuantitas, kaum perempuan senantiasa berada pada prosentase yang rendah. Rentetan peristiwa politik yang ditulis dalam historiografi modern maupun tradisional, di dunia ataupun Indonesia dan daerah-daerah menempatkan laki-laki amat lekat sebagai figur sentral. Tema-tema sejarah yang berpusat pada politik mengindikasikan kecenderungan pada masalah kekuasaan dan keperkasaan, yang nota bene adalah kiprah laki-laki.
Tak banyak, memang, perempuan Indonesia yang berkesempatan ditulis sebagai tokoh sejarah yang memainkan politik, karena sejarah cenderung berpihak pada kekuasaan dan keperkasaan. Sejarah juga hanya membicarakan orang-orang besar dan kelompok penguasa. Kaum perempuan dan grassroot (wong cilik) dianggap bukanlah pemeran utama, melainkan hanya figuran dan pelengkap semata.
Oleh SUPALI KASIM
Stigma politik adalah milik kaum laki-laki, mungkin benar. Setidaknya dilihat dari segi kuantitas, kaum perempuan senantiasa berada pada prosentase yang rendah. Rentetan peristiwa politik yang ditulis dalam historiografi modern maupun tradisional, di dunia ataupun Indonesia dan daerah-daerah menempatkan laki-laki amat lekat sebagai figur sentral. Tema-tema sejarah yang berpusat pada politik mengindikasikan kecenderungan pada masalah kekuasaan dan keperkasaan, yang nota bene adalah kiprah laki-laki.
Tak banyak, memang, perempuan Indonesia yang berkesempatan ditulis sebagai tokoh sejarah yang memainkan politik, karena sejarah cenderung berpihak pada kekuasaan dan keperkasaan. Sejarah juga hanya membicarakan orang-orang besar dan kelompok penguasa. Kaum perempuan dan grassroot (wong cilik) dianggap bukanlah pemeran utama, melainkan hanya figuran dan pelengkap semata.
Opini HARI JADI INDRAMAYU, SEBUAH KONTROVERSI
Hari Jadi Indramayu, Sebuah Kontroversi
Oleh SUPALI KASIM
Tanggal kelahiran atau hari jadi bagi suatu daerah tampaknya dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting. Dasarnya sebagai momentum “proklamasi”, identitas dan jatidiri daerah. Sejak tahun 1977 Kabupaten Indramayu memiliki hari jadi, dengan ditetapkannya tanggal 7 Oktober 1527, berdasarkan Perda No. 02/1977 tanggal 24 Juni 1977. Hal itu merupakan rangkaian dari penetapan buku “Sejarah Indramayu”. Buku itu disusun Tim Penelitian Sejarah Indramayu berdasarkan SK Bupati Indramayu No. 44/47/Ass.V/Huk/76 tanggal 13 September 1976. Menurut penelitian tim tersebut, peristiwa itu terjadi pada hari Jumat Kliwon, tanggal 1, bulan Sura, tahun 1449 Saka., atau tanggal 1, bulan Muharam, tahun 934 Hijriyah. yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527 Masehi.
Oleh SUPALI KASIM
Tanggal kelahiran atau hari jadi bagi suatu daerah tampaknya dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting. Dasarnya sebagai momentum “proklamasi”, identitas dan jatidiri daerah. Sejak tahun 1977 Kabupaten Indramayu memiliki hari jadi, dengan ditetapkannya tanggal 7 Oktober 1527, berdasarkan Perda No. 02/1977 tanggal 24 Juni 1977. Hal itu merupakan rangkaian dari penetapan buku “Sejarah Indramayu”. Buku itu disusun Tim Penelitian Sejarah Indramayu berdasarkan SK Bupati Indramayu No. 44/47/Ass.V/Huk/76 tanggal 13 September 1976. Menurut penelitian tim tersebut, peristiwa itu terjadi pada hari Jumat Kliwon, tanggal 1, bulan Sura, tahun 1449 Saka., atau tanggal 1, bulan Muharam, tahun 934 Hijriyah. yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527 Masehi.
Opini INDRAMAYU DAN MITOLOGI HARI JADI
Indramayu dan Mitologi Hari Jadi
Oleh SUPALI KASIM
Hari Jadi, agaknya amat diperlukan sebagai sebuah mitologi baru dan modern untuk legitimasi kekuasaan dan kepercayaan rakyat terhadap kekuasaan, meskipun dalam suasana dan atmosfer demokrasi. Adanya ”hari proklamasi” sebuah daerah, kronologis terjadinya suatu daerah, silsilah keturunan para pendirinya, dijadikan spirit dan ruh untuk pembangunan rakyatnya. Penguasa berikutnya seperti memiliki keyakinan, bahwa apa yang dilakukan hari ini adalah matarantai pembangunan sebelumnya guna mewujudkan masyarakat yang gemah ripah lo jinawi sehingga tidak ada alasan bagi orang lain untuk mempermasalahkan kekuasaan yang ia pegang.
Oleh SUPALI KASIM
Hari Jadi, agaknya amat diperlukan sebagai sebuah mitologi baru dan modern untuk legitimasi kekuasaan dan kepercayaan rakyat terhadap kekuasaan, meskipun dalam suasana dan atmosfer demokrasi. Adanya ”hari proklamasi” sebuah daerah, kronologis terjadinya suatu daerah, silsilah keturunan para pendirinya, dijadikan spirit dan ruh untuk pembangunan rakyatnya. Penguasa berikutnya seperti memiliki keyakinan, bahwa apa yang dilakukan hari ini adalah matarantai pembangunan sebelumnya guna mewujudkan masyarakat yang gemah ripah lo jinawi sehingga tidak ada alasan bagi orang lain untuk mempermasalahkan kekuasaan yang ia pegang.
Opini SISI GELAP SEJARAH INDRAMAYU
Sisi Gelap Sejarah Indramayu
Oleh SUPALI KASIM
Sejarah berasal dari bahasa Arab, syajara (terjadi), syajarah (pohon), syajarah an-nasab (pohon silsilah). Dalam khazanah bahasa Cirebon-Indramayu, sejarah justru dianggap berasal dari kata sejare-jare (katanya-katanya). Sebuah pernyataan kirata (dikira-kira tetapi nyata), tetapi juga menusuk substansi bangunan kokoh yang selama ini bernama sejarah. Sejare-jare inilah yang kemudian lekat dengan istilah sejarah peteng, sebuah kegelapan sejarah yang diselimuti unsur-unsur legenda dan mitologi.
Oleh SUPALI KASIM
Sejarah berasal dari bahasa Arab, syajara (terjadi), syajarah (pohon), syajarah an-nasab (pohon silsilah). Dalam khazanah bahasa Cirebon-Indramayu, sejarah justru dianggap berasal dari kata sejare-jare (katanya-katanya). Sebuah pernyataan kirata (dikira-kira tetapi nyata), tetapi juga menusuk substansi bangunan kokoh yang selama ini bernama sejarah. Sejare-jare inilah yang kemudian lekat dengan istilah sejarah peteng, sebuah kegelapan sejarah yang diselimuti unsur-unsur legenda dan mitologi.
Langganan:
Postingan (Atom)