Halaman

KISER Dermayon

WACANA & NURANI WONG INDRAMAYU

Kamis, 14 Juli 2011

Cinta Buta pada Sejarah Indramayu



Oleh SUPALI KASIM

Pada dasawarsa akhir 2000-an ini ada spirit baru di kalangan wong Dermayu, baik yang ada di Indramayu maupun di perantauan, untuk menengok kembali sejarah leluhurnya. Dimulai dari perbincangan hangat di warung wedang hingga seminar ilmiah di hotel berbintang. Ada perburuan teks babad di pelosok desa hingga pencarian foto di negeri Belanda. Ada pula lukisan Wiralodra yang didukung meditasi hingga pemugaran makam yang dikomandani Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri).


Spirit baru tersebut tentu saja positif untuk mengetahui dan mengenal tanah kelahiran, tokoh-tokoh pendiri daerah, kronologis berdirinya Indramayu hingga sekarang, dan jatidiri daerah. Lebih jauh dari itu adalah bagaimana orang-orang, mungkin secara tiba-tiba atau sudah lama memendam rasa, mencintai sejarah. Aktualisasinya tampak dengan melakukan berbagai aktivitas, seperti pemugaran makam, visualisasi tokoh pendiri, dan penulisan babad, meskipun tanpa dibekali wawasan ilmu sejarah, arkelogi, dan filologi.

Pemugaran makam
Salah satu rasa cinta pada leluhur diwujudkan dengan melakukan pemugaran pada makam Wiralodra I, yang diyakni sebagai tokoh pendiri Indramayu yang berasal dari Bagelen (Purworejo, Jateng). Februari 2010, pemugaran itu selesai. Kepanitiaan diketuai Kajari sebagai pribadi, pelindung Bupati, penasehat Muspida, dan anggota kebanyakan pejabat Pemkab, BUMD, pengusaha, tokoh masyarakat, dan fotografer.

Sayangnya, proses pemugaran itu tanpa melibatkan satupun kalangan arkeolog, dan tampaknya unsur arkeologi dikesampingkan. Contoh kecilnya adalah batu-bata lama yang berukuran tiga kali lipat dari ukuran batu-bata sekarang, yang ada di situs tersebut, justru dibuang dan disingkirkan. Sebagai gantinya adalah batu andesit dan keramik yang dianggap lebih bagus.

Sejarahwan dan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Jawa Barat, Prof. Dr. Nina H. Lubis, sejarahwan Dr. Mumuh Muhsin Z., dan arkeolog Eti dari Unpad Bandung yang berkunjung ke situs tersebut beberapa bulan lalu hanya tersenyum simpul, karena hilangnya muatan arkeologis. Bagi kalangan “awam”, hal tersebut tak ada masalah, bahkan bangga karena makam tersebut menjjadi megah dan mentereng. Berbeda bagi ilmuwan di bidang arkeologi dan sejarah. Hilangnya muatan arkeologis berdampak pada kekeringan sumber sejarah. Situs makam tersebut kini lebih tepat sebagai objek wisata religi.

Lukisan Wiralodra
Inspirasi sebuah lukisan tentu sah-sah saja bersumber dari apapun. Demikian pula pada lukisan Wiralodra, yang dilukis teman saya, Adung Abdul Gani. Obsesi untuk memvisualisasikan Wiralodra dalam sebuah lukisan, katanya, sudah bertahun-tahun membayang. Namun, ada satu hal yang mungkin membuat dia tak percaya diri, sehingga perlu berkonsultasi dengan kalangan yang selama ini meyakini adanya Wiralodra berdasarkan meditasi.

Meditasi dilakukan 21 orang di rumahnya. Menurut pimpinan meditasi, jumlah 21 dianggap kurang. Secara kebetulan, pada malam itu bertamu ke rumahnya, dua penyair Indramayu, Saptaguna dan Abdul Aziz, yang kemudian dianggap melengkapi jumlah menjadi 23. Kedua penyair itu tak mengerti apa-apa dan di dalam hati kecil mereka hanya sekadar menghormati. Belakangan diketahui, angka 23 itu menjadi penting karena suasana menjelang pemilu dan pimpinan meditasi itu pengurus sebuah partai. Jumlah tersebut sesuai dengan nomor partainya.

Proses seperti itu memang berbeda jauh dengan apa yang dilakukan pelukis S. Sudjojono, yang diminta Gubernur Ali Sadikin untuk melukis pertempuran Sultan Agung dengan J.P. Coen pada tahun 1973. S. Sudjojono melakukan riset sejarah terlebih dahulu selama tiga bulan hingga ke negeri Belanda. Akan halnya lukisan Wiralodra yang didukung meditasi itu, entah bagaimana kelanjutannya, kemudian ada tanda tangan bupati di bawahnya. Tanpa diketahui pelukisnya, lukisan itu dicetak ulang secara besar-besaran dengan bahan dasar kertas dan diedarkan ke sekolah atau instansi dengan harga sekitar tiga ribu rupiah.

Penerbitan buku
Tahun 2007 digelar Seminar Sejarah Indramayu, dengan pemakalah di antaranya Prof. Dr. A. Sobana Hardjasomantri (sejarawan Unpad) dan Dr. Agus Aris Munandar (arkeolog UI). Rekomendasi seminar tersebut antara lain, bahwa penulis buku Sejarah Indramayu (1977), yakni mantan bupati H.A. Dasuki, dkk. patut dihargai. Meskipun demikian, buku tersebut dinyatakan bukanlah buku sejarah, meskipun judulnya sejarah.

Bab yang mengenai berdirinya Indramayu lebih didasarkan pada naskah babad, tanpa ada proses heuristik, kritik, interpretasi, hingga historiografi modern. Bahkan pada bagian lain, buku tersebut juga memuat volklore. Buku lain, seperti Dwitunggal Pendiri Darma Ayu Nagari yang ditulis H.R. Sutadji K.S. (2003) adalah roman-sejarah yang sumbernya juga babad. Oleh karenanya, sejarah Indramayu harus dilanjutkan penelitiannya.

Semangat untuk mengungkap sejarah tampaknya juga dimiliki warga Inramayu yang ada di perantauan. Sayangnya, semangat mereka hanya cinta yang menggebu-gebu, tetapi tergolong “awam” dalam ilmu sejarah. Pada bulan September 2010 terbit buku Sejarah Indramayu, yang ditulis Didi Tarmidi, seorang dosen ekonomi di Bandung. Meskipun berjudul sejarah, isinya ternyata roman yang bersumber babad. Sayangnya lagi, tulisannya tak memperhatikan kaidah tata bahasa, sehingga tampak kacau pada penempatan huruf besar dan kecil. Kekacauan yang sangat elementer.

Menariknya, buku itu diberi kata pengantar oleh Guru Besar Geografi Pariwisata UPI Bandung, Kepala Museum Negeri Jawa Barat, sambutan oleh Kadisksik Jabar, mantan Dekan Fakultas Kehutanan IPB Bogor, juga ada komentar dari dosen FSRD ITB Bandung, humas perusahaan di Singapura, dan komentari mahasiswa Indramayu di Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan Malang. Mereka berobsesi buku itu masuk mata pelajaran muatan lokal di sekolah.

Ya, sayang sekali. Cinta dan semangat primordialisme saja tidak cukup. Di situ harus ada ilmu, sehingga bisa membedakan mana sejarah dan mana babad. Bukan cinta yang buta.
 Paoman Asri, 3 Desember 2010
SUPALI KASIM, pemerhati sejarah, mantan Ketua Dewan Kesenian Indramayu.

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
    HARRAH'S CHEROKEE CASINO 하남 출장샵 & HOTEL. 3355 S. Main 화성 출장안마 Rd. Cherokee, NC 28719. Directions · (800) 진주 출장샵 651-6000. Call Now · More 용인 출장안마 Info. Hours, Attire, 용인 출장샵 Wi-Fi, PokéStop, PokéStop

    BalasHapus

statistik