Oleh SUPALI KASIM
-Dimuat di PR Edisi Cirebon, Des 2010
Pengelana Portugis, Tome Pires (1513-1515) mencatat adanya pelabuhan terbesar kedua di pantai utara setelah Sunda Kalapa, yakni Cimanuk. Pelabuhan lainnya adalah Bantam (Banten), Pomdam (Pontang), Cheguide (Cigede), Tamgaram (Tangerang). Masyarakat sekitar pelabuhan Cimanuk sudah muslim, tetapi syahbandarnya penyembah berhala dari Kerajaan Sunda/Pajajaran.
Lokasi pelabuan Cimanuk sekarang diperkirakan di Kab. Indramayu, tepatnya di sekitar Desa Pabean Ilir, Kelurahan Paoman (Kec. Indramayu), Desa Pabean Udik, Pagirikan, dan Pasekan (Kec. Pasekan). Setelah hampir 500 tahun jejak-jejak pelabuhan tersebut nyaris tak diketemukan. Artefak yang bisa ”berbicara” adanya aktivitas pelabuhan, dermaga tempat bersandar kapal, bangunan bongkar-muat barang, atapun kantor syahbandar tak berbekas sama sekali.
Tiga tahun lalu masih diketemukan patok kayu berbalut besi, tempat kapal atau perahu mengikatkan talinya. Lokasinya sekarang di tepian sungai Cimanuk, belakang Mesjid Agung Indramayu. Namun kini, patok berdiameter sekitar 20 cm itu sudah hilang. Mungkin pemulung sudah mengambilnya.
Jejak sebagai kota pelabuhan secara historis memang tetap melekat pada nama-nama desa/kelurahan yang merujuk pada aktivitas pelabuhan, yakni Pabean, Pagirikan, Pasekan, dan Paoman. Nama Pabean berasal dari kegiatan ”pabean” atau pengambilan bea masuk bagi kapal-kapal di pelabuhan. Pagirikan berasal dari kata ”girik” atau surat-surat untuk kapal. Pasekan merujuk kosakata ”pasek”-nya barang-barang ketika bongkar-muat. Paoman berasal dari kata Pa-omah-an atau perumahan para pegawai pelabuhan.
Cina dan Arab
Ramainya pelabuan Cimanuk dulu, menarik perhatian bangsa lain. Tak sedikit yang berasal dari Cina dan Arab kemudian menetap. Awalnya daerah pecinan berdiri di sebelah timur sungai Cimanuk, atau kini sekitar Kelurahan Lemahabang dan Karanganyar Kec. Indramayu. Perkampungan Arab di sebelah barat sungai Cimanuk, atau kini tepatnya di Desa Dermayu Kec. Sindang.
Cina dan Arab mendominasi urat nadi perdagangan saat itu. Beberapa bangunan milik warga keturunan Cina seperti bekas gudang beras, pabrik es, dan penggilingan padi menandai hal itu. Arsitektur khas Cina masih dijumpai pada bangunan rumah, toko, dan kelenteng. Sedangkan pengaruh bangunan Eropa tampak pada gereja dan sekolah misi zending, meskipun didirikan oleh warga keturunan Cina. Arsitektur bangunan milik warga keturunan Arab kurang begitu jelas. Toko, rumah, ataupun mesjid tidak secara khusus berasitektur Arab.
Penjajahan Belanda
Hingga kini jejak-jejak Cimanuk sebagai kota pelabuhan hampir hilang. Sungai itu tak lagi mengalir melintasi Kota Indramayu, tetapi dibelokkan ke luar kota. Alasannya sungai itu acapkali meluap dan menjadi penyebab banjir di kota. Cimanuk “dimatikan” sejak dekade akhir 1990. Tidak seperti Sungai Musi di Palembang atau Sungai Chao Praya di Bangkok Thailand, yang dilestarikan menjadi objek wisata dan sejarah.
Hingga dekade 1970 sebenarnya Cimanuk menjadi ikon Kota Indramayu. Selain sungai dan perahu nelayan yang hilir-mudik, juga ada jembatan yang bisa “buka-tutup” ketika perahu atau kapal melintas. Jembatan dengan sistem tersebut sudah berusia ratusan tahun, namun kemudian diganti menjadi jembatan biasa yang tentu saja tertutup bagi perlintasan perahu atau kapal.
Dilihat dari aspek sosial, ekonomi, budaya, dan agama, Cimanuk merupakan urat nadi kehidupan kota. Bangunan-bangunan lama berdiri di sepanjang tepiannya, seperti pertokoan, gudang, pabrik, perkantoran (gedung asisten residen, pendopo kabupaten, bank, kantor pos, kantor listrik) tempat ibadah (mesjid, kelenteng, gereja), sekolah (didirikan Belanda), dan markas keamanan (markas utama, markas tempur). Sebagian masih berfungsi atau direnovasi, sebagian terbengkalai, dan sebagian lagi hilang tak berbekas.
Kantor Asisten Residen, misalnya, yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan gedong duwur (gedung tinggi). Hingga kini masíh berdiri kokoh, Namun tak jelas siapa yang bertanggungjawab atas benda cagar budaya itu. Bangunannya mirip pendopo dengan tiang besar berjumlah 4 buah di ruangan utama atau depan. Lantainya masih tetap dengan tegel bermotif kembang-kembang. Bangunan tersebut berada di kompleks asrama tentara Penganjang Kec. Sindang, sehingga menjadi “milik” dan “tanggungjawab” Kodim setempat.
Ketika beberapa waktu lalu penulis berkunjung bersama sejarawan Unpad Bandung, Prof. Dr. Nina H. Lubis dan Dr. Mumuh Muhsin Z. di ruangan utama tersebut menjadi tempat bermain anak-anak. Ruangan itu juga menjadi tempat kegiatan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) bagi bayi dan balita. Di bagian belakang sudah disekat-sekat menjadi kamar-kamar yang dihuni para purnawirawan tentara atau keluarganya yang tak kebagian rumah. Merekalah yang sesungguhnya merawat bangunan bersejarah itu.
Arsitektur seperti itu juga ada pada Pendopo Kabupaten, tetapi sudah mengalami renovasi bebebarapa kali. Renovasi juga pada kantor bank, yang kemudian dipugar menjadi rumah dinas. Bekas Markas TNI (Kodim) sebagian difungsikan untuk pos kesehatan. Tetapi markas tempur sudah rata oleh tanah. Beberapa bangunan yang masih dipertahankan keasliannya, tampak pada Kantor Pos, Kantor PLN, sekolah yang awalnya misi zending, kelenteng, dan dua gereja.
Catatan Tome Pires yang sudah 500 tahun dan menandakan adanya denyut kehidupan di Indramayu sejak dulu, mungkin akan sia-sia ketika artefak pendukungnya satu persatu hilang. Bangunan lama dirobohkan dan diganti bangunan baru. Ketika hal itu terjadi, bagi kota yang tak mampu menjaga benda cagar budaya semacam itu, bukan hanya menandakan penghuni dan pemerintahnya tak memiliki kepedulian terhadap aset-asetnya yang berharga. Lebih dari itu bisa disebut jejak peradabannya hanya bisa dihitung “kemarin sore”.
SUPALI KASIM, pemerhati sejarah, mantan Ketua Dewan Kesenian Indramayu (DKI)
memang, kali cimanuk dalam banyak sumber sajarah sering disebut sebagai pelabuhan penting. tapi kini hanya tnggal cerita. adanya pelabuhan mengandaikan adanya komunikasi antar budaya asing pada waktu itu,baik dari wilayah Nusantara atau luar Nusantara, seperti Eropa, Arab, dll. biasanya, kedatangan orang asing ke pelabuhan memiliki motivasi tertentu, misalnya, banyanya jenis komoditi ekspor, lahan subur, atau hal lain yang berkaitan dengan ekonomi. seberapa pentingkah pelabuhan kali cimanuk sehingga dnegan mudahnya banyak yang melupakan pelabuhan ini? bahakan fenomena pelabuhan ini tidak menginspirasi bagipelabhan lain di indramayu yang sekarang?
BalasHapusTulisan 'panas' ini harus sampai ke 'telinga' Pemda. Nyong bangga dadi warga Dermayu. (Wong Lempuyang)
BalasHapusO iya, buat penulis seharusY bukti2 sejarah yg masih ada, seperti yg anda sebutkan berupa gedung atau yg lainnya perlu anda dokumentasikan berupa foto secara pribadi atau swadaya, shngga stidakY 'kita' msih pnya bukti sejarah Indramayu :)
BalasHapus(Wong Lempuyang)
saya setuju ama komentar yang ini.
HapusSebaiknya dilakukan mapping dokumentasi atas bangunan bersejarah yang tersebar di wilayah DAS Cimanuk ini, sehingga apabila ada bangunan yang dirobohkan/rusak karena usia maka anak cucu kita masih ada bukti dokumen sejarah atas keunikan bangunan2 bersejarah tersebut.
Kalau ada komunitasnya, saya juga mau gabung :)
Salam.., sebenarnya masih ada beberapa peninggalan kuno di Kec. Pasekan. Hanya saja para arkeolog tidak serius mencarinya. Kebanyakan peninggalan berada di wilayah tepi pantai yg sekarang menjadi tambak! Saya sendiri adalah warga kecamatan Pasekan!
BalasHapus