Halaman

KISER Dermayon

WACANA & NURANI WONG INDRAMAYU

Kamis, 14 Juli 2011

Piala Dunia dan Pilkada




Berbarengan dengan pembukaan Piala Dunia di Afrika Selatan, suhu Pilkada mulai menghangat di Indramayu. Enam pasang cabup-cawabup sudah mendaftarkan diri ke KPUD Indramayu. Tiga pasang dari jalur independen, yaitu Toto Sucartono-Kasan Basari, Mulyono Martono-Handaru Wijaya Kusuma, Api Karpi-Rawita, dan tiga pasang lagi dari jalur partai, yakni Gorry Sanuri-Ruslandi, Uryanto Hadi-Abas Assafah, Anna Sophanah-Supendi.


Piala Dunia di Afrika Selatan seharusnya bisa menjadi cermin bagi cabup-cawabup Indramayu, KPUD, Panwas, dan tim sukses masing-masing menghadapi Pilkada yang akan digelar tanggal 18 Agustus 2010.

Bukankah peserta Piala Dunia sudah disaring sejak tahun-tahun sebelumnya melalui babak kualifikasi. Begitulah, seorang tokoh yang merasa layak menjadi cabup/cawabup, seharusnya cermin kualifikasi dilakukan sejak tingkat RT, RW, hingga tingkat kabupaten. Benarkah ia layak menjadi pemimpin kabupaten. Kualifikasi juga dilakukan dalam tataran lainnya: aktivitas, kreativitas, kredibilitas, maupun perilaku yang pantas!

Piala Dunia juga menjunjung tinggi sportivitas dan fair play. Tak hanya slogan dan formalitas belaka. Aturan ditegakkan dan etika bermain dijunjung tinggi. Dilarang mengolok-olok daan menjauhi aksi rasisme. Pilkada, tentu saja harus demikian. Jika sejak awal aturan kampanye ditabrak, etika tak digenggam, bahkan saling olok-olok, para cabup/cawabup harus menyelami Piala Dunia.

Jangan lupa juara bertahan dalam Piala Dunia belum tentu juara lagi. Unggulan pun belum tentu mulus, meskipun bisa juga mulus. Underdog belum tentu langsung tersingkir, tetapi bisa juga langsung tersingkir. Pilkada pun demikian, sebab juara bertahan semacam incumbent (petahana) atau keluarganya, belum tentu langsung menang. Calon unggulan yang didukung banyak partai besar, bukan berarti otomatis diikuti anggota partainya. Calon yang tak diunggulkan bisa jadi menyodok menang.

Di atas segala-galanya adalah suara rakyat, yang harganya sama antara seorang pejabat dengan wong melarat, antara doktor dengan wong sor, antara yang tinggal di real estate dengan di pinggir rel sepur. Harganya masing-masing hanya satu suara!

Wasit Piala Dunia demikian tegas. Netral, tegas, profesional, tak bisa disogok sebuah tim. Kartu kuning bahkan kartu merah tak segan-segan dikeluarkan. Tak luput juga kepada pemain bintang. Jika saja Panwas Pilkada bersikap netral, tegas, profesional, dan tak bisa diintervensi cabup/cawabup, penyelenggaraan Pilkada akan sesuai aturan. Jika menjadi Panwas hanya sekadar mengharapkan honorarium, atau numpang nampang beken, atau justru menjadi ”tim sukses terselubung” dari calon, berarti telah menyumbang perusakan karakter terhadap Pilkada, demokrasi, dan peradaban bangsa.

Jangan lupa, setiap penyelenggaraan Piala Dunia, penonton seluruh dunia senantiasa antusias, sebab di baliknya ada nilai. Piala Dunia memang sebuah kompetisi, tetapi juga di situ ada permainan. Terlihat ada pergulatan dan perjuangan, namun senantiasa berbarengan dengan suatu permainan yang enak ditonton. Perjuangan seorang cabup/cawabup akan enak ditonton jika senanatiasa menjunjung sporitivitas. Bukan ingin menang dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang tidak halal.

Memang ajakan filsuf Italia, Nicollo Machiavelli agar raihlah atau pertahankan kekuasaan dengan berbagai cara, selama ini banyak dikecam. Namun secara diam-diam atau terus-terang, justru banyak yang mengikutinya. Berbagai cara dilakukan demi kekuasaan, dari politik uang, kampanye hitam, rekayasa publikasi keberhasilan, hingga ancaman terhadap pegawai.

Satu hal yang pasti, Piala Dunia banyak memberi harapan. Hal itu karena sebuah negara bisa menunjukkan kebesarannya, bisa menunjukkan  kehebatannya. Sebuah harapan bisa jadi adalah keberhasilan yang tengah dirajut. Entah kapan mencapainya, tetapi harapan itu menjadi spirit untuk terus dan terus melakukan upaya.

Jika saja Pilkada di-menej KPUD dan diwasiti  Panwas yang bukan ”tim sukses terselubung”, jika saja cabup/cawabup mengedepankan spsortivitas, fair play, dan menjauhi permainan yang kotor (semisal politik uang, kampanye hitam atau intimidasi kepada PNS), alangkah indahnya demokrasi. Sebagaaimana Piala Dunia yang menyuguhkan permainan indah dan enak ditonton.

Memang benar, tujuan mengikuti Pilkada adalah kemenangan. Pendeknya, apalah artinya menghindari politik uang, menjauhi kampanye hitam, dan tidak melakukan intimidasi terhadap PNS, tetapi kemudian kalah. Logika ini memiliki kata lain, lebih baik melakukan politik uang atau menyebarkan kampanye hitam ataupun melakukan intimidasi terhadap PNS, tetapi hasil yang dicapai adalah kemenangan.

Jika demikian, sejarah yang akan dibaca anak-cucu kita kelak, adalah proses ”demo-crazy” dan perilaku barbar dari zaman primitif. Sejarah akan mencatat dengan tinta emas, jika kemenangan dilakukan tanpa politik uang, tanpa kampanye hitam, tanpa intimidasi terhadap PNS, dan tanpa menghalalkan segala cara lainnya. (supali kasim)***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

statistik