Halaman

KISER Dermayon

WACANA & NURANI WONG INDRAMAYU

Rabu, 30 Desember 2009

Ciamanuk, Gugusan Sejarah yang Terputus

Oleh SUPALI KASIM



Kompas (11/11/09) memuat tulisan tentang pelabuhan Cimanuk yang ditulis Litbang Kompas. Meski disajikan secara sekilas, tulisan itu setidaknya memiliki beberapa makna: Mengingatkan betapa pentingnya peran pelabuhan Cimanuk sejak abad ke-16, bagaimana terjadinya nama-nama desa di sekitarnya, dan akulturasi yang terjadi antara pedagang Arab, India, dan Cina dengan masyarakat pribumi.

Nafas Islami dalam Seni Cerbonan

Nafas Islami dalam Seni Cerbonan
Oleh SUPALI KASIM

Apakah kesenian tarling bernafas islami? Bagaimana dengan wayang kulit, wayang golek cepak, berokan, macapat, tari trebang, rudat, genjring umbul, dan jenis kesenian lain yang lahir atau berkembang di wilayah kultural Cirebon?

Robohnya Sanggar Kami

Robohnya Sanggar Kami
Oleh SUPALI KASIM

Bagi wong Cerbon-Dermayu, eksistensi sanggar seni bukan hanya bermakna sebagai tuntutan menuju kehidupan yang estetis. Lebih dari itu memiliki korelasi semacam simbiosis mutualistis dengan kehidupan sosial, ekonomi, bahkan relijiositas atau kepercayaan tertentu. Sanggar seni menjadi seperti penanda perkembangan atau penyempitan terhadap apresiasi nilai-nilai kehidupan di masyarakat.

Fenomena Bahasa Sunda di Indramayu

Di antara 313 desa dan 31 kecamatan di Kabupaten Indramayu, sebagian besar menggunakan bahasa Cirebon-Indramayu. Pengguna bahasa Sunda terbilang minoritas, yakni sekitar hanya belasan desa saja. Realitas yang terjadi pada bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Lelea ternyata ”tidak sama” dengan yang ada di Pasundan.

Berikut ini saya menuliskan ”Fenomena Baasa Sunda di Indramayu”. Mudah-mudahan bisa berkenan.

Fenomena Bahasa Sunda di Indramayu
Oleh SUPALI KASIM

“Punten. Cakana boga kotok bibit? Caang tah poek? Kami aya perlu. Kami ndak nanya ka anak kita, daek tah hente? Diterima tah hente? Kami mawa jago ndak nganjang. Mun diterima, ie serena. Esina aya gambir, bako, sere jeng lainna. Ngges ente lila, kami ndak goyang, panglamaran diterima mah. Sejen poe, kami ndak nentuken waktu, jeng nentuken poe kawinna.”

statistik