Halaman

KISER Dermayon

WACANA & NURANI WONG INDRAMAYU

Kamis, 14 Juli 2011

Endang Dharma Ayu, Perempuan Berselubung Misteri




Oleh SUPALI KASIM
Endang Darma Ayu dikenal masyarakat Indramayu sebagai perempuan yang berjasa melahirkan daerah Indramayu. Konon dari nama Dharma Ayu, kemudian menjadi Dharmayu, Dermayu, lidah Belanda menyebutnya in-Dermayu, dan akhirnya Indramayu. Hingga kini masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Indramayu memberikan apresiasi yang dalam. Terbukti penghargaan diabadikan pada beberapa nama gedung atau kelompok, seperti GOR “Dharma Ayu”, Apotik ”Darma Ayu” milik Pemkab,  Aula “Nyi Mas Endang Dharma Ayu” di lingkungan Universitas Wiralodra,  grup seni tarling “Endang Dharma”, yang juga menokohkan seorang pesinden perempuan, Ny. Dadang Darniyah.

Ketokohannya disebut dalam historiografi tradisional, Babad Dermayu, sebagai sosok yang penuh dengan nuansa militer, perang, dan keperkasaan. Sebuah deskripsi yang menempatkan Endang Dharma sebagai sosok yang mirip Cut Nya’ Dien, pahlawan perang dari Aceh. Bukan Kartini atau Dewi Sartika, yang lekat sebagai pemikir sekaligus pejuang pendidikan.
Buku Sejarah Indramayu susunan mantan bupati H.A. Dasuki (1977) yang kemudian dijadikan pegangan yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Indramayu, menuliskan sosoknya seperti mendua. Satu sisi mencebrukan diri ke sungai Cimanuk, tetapi di sisi lain menikah dengan Wiralodra di Pegaden. Buku Dwitunggal Pendiri Dharma Ayu Nagari tulisan H.R. Sutadji K.S. (2003) secara tegas menyebutnya sebagai mata-mata Kerajaan Cirebon dalam operasi militer mencuri patung sarpa kandaga dari Kerajaan Galuh Kaler Nagari dalam rangka syiar Islam.
Peran perempuan dalam historiografi tradisional babad Dermayu kurang mendapat tempat yang seimbang. Silsilah Wiralodra dari pertama hingga ke-7 hanya menonjolkan sosok Wiralodra yang nota bene laki-laki dan seorang suami, tetapi sosok istri kurang diketahui jatidirinya. Yang jelas, kemudian diketahui menurunkan anak-anak dan keturunan yang meneruskan dinasti Wiralodra. Hanya pada silsilah pertama terdapat sosok Endang Dharma Ayu, yang disebut-sebut sebagai istri Wiralodra I.

Versi Dasuki
Setelah Cimanuk menjadi pedukuhan yang dibuka Wiralodra, beberapa orang berdatangan lalu menjadi penduduk. Di antaranya seorang perempuan bernama Endang Dharma Ayu (yang diindetikkan sebagai Nyi Mas Gandasari), yang datang diiringi dua pembantunya, Tana dan Tani. Alasan kedatangan karena di tempat tersebut daerah yang subur untuk bercocok tanam. Saat itu Wiralodra sedang “pulang kampung” ke Bagelen, sehingga izin tinggal diberikan oleh Ki Tinggil.
Tanaman di ladang Endang Dharma tumbuh subur. Banyak penduduk yang datang kepadanya minta nasihat. Lalu ia mengajarkan ilmu bertani, bahkan ia pun mengarajarkan ilmu kanuragan. Pengajaran ini mengundang kemarahan Pangeran Guru (diidentikkan Arya Dilah, putra Prabu Wikrama Wardana dari Majapahit yang menjadi gubernur di Palembang) dan 24 muridnya yang khusus datang dari Palembang dan ingin mencoba kemampuannya. Meski Endang Dharma menolak, pada akhirnya terjadilah perkelahian, yang dimenangkan pihak Endang Dharma. Pangeran Guru dan 24 muridnya tewas (25 orang, disebut juga Pangeran Selawe).
Akibat peristiwa itu, Wiralodra yang dilapori Ki Tinggil, melakukan penangkapan terhadap Endang Dharma. Terjadilah perkelahian, walaupun masing-masing ternyata menaruh rasa cinta. Selanjutnya, penulis menafsirkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Wiralodra dan Endang Dharma menikah lalu nama Dharma Ayu diabadikan sebagai nama daerah. Kemugkinan kedua, karena merasa kalah kemudian Endang Dharma menceburkan diri ke sungai Cimanuk dan minta namanya diabadikan sebagai nama pedukuan itu, yakni Dharma Ayu. Penyebutan Dharma Ayu lama-lama menjadi Darmayu, Dermayu, dan oleh orang Belanda disebut in-Dermayu, kemudian menjadi Indramayu. Kiprah Endang Darma selanjutnya tak terungkap, sementara Wiralodra menurunkan dinasti ingga beberapa generasi, tanpa disebutkan siapa istrinya.
Misteri kegelapan tentang tokoh Endang Darma dimulai sejak awal. Tak terungkap siapa jati diri dan asal-usul yang pasti. Tak terungkap pula bagaimana kiprah sebagai pendamping (istri) Wiralodra. Kalaupun wafat karena bunu diri (menceburkan ke sungai Cimanuk), sosok perempuan lain yang mendampingi Wiralodra daan menurunkan generasi Wiralodra berikutnya ternyata tak terungkap pula. Opini publik tetap mengarah bahwa pendamping Wiralodra adalah Endang Dharma. Ingga bagian akhir pun, sosok Endang Dharma tak terungkap secara gamblang dan pasti.

Versi Sutadji
Nama asli Endang Dharma adalah Siti Maemunah (identik pula dengan Nyi Mas Gandasari, Nyi Mas Panguragan, Nyi Mas Ratna Gumilang, Ratu Saketi) sesuai yang lahir di Pasai Aceh tahun 1500. Ia adik Fatahillah (Fadillah Kan). Ayahnya adalah Makhdar Ibrahim, cucu dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang Walisanga yang wafat di Gresik taun 1419. Endang Dharma merupakan mata-mata Kesultanan Cirebon dalam syiar agama Islam. Salah satu tugasnya adalah mencuri sarpa kandaga berupa patung ular yang terbuat dari emas untuk melemahkan kekuatan Galuh pada tahun 1521. Kemudian ia mencari pasangan yang cocok untuk tugas tersebut. Pilihannya jatuh kepada Wiralodra. Untuk mendekati Wiralodra, ia menyamar menjadi pendatang ke pedukuhan Cimanuk.
Kiprah Endang Dharma turut mengembangkan Islam bersama Sunan Gunung Jati, baik dalam situasi damai maupun dalam peperangan. Tahun 1471 ikut mengembangkan peantren Ki Gedeng Bungko. Saat pertempuran di Girinata dan Sadomas, ia ikut serta. Begitu pula saat Endang Dharma bertempur melawan Pangeran Nitinagara atau Waduaji dari Pajajaran. Pendeknya, deskripsi tentang Endang Dharma adalah mata-mata yang cerdik, komandan pasukan yang berani, juru damai yang dihormati, pelaksana syiar agama yang tidak kenal lelah dan pendamping suami yang setia.
Mengenai perkelahian antara Endang Dharma dengan Wiralodra, setelah ”tragaedi Pangeran Guru” berakhir dengan bertautnya dua hati. Mereka lalu menikah  di Pegaden, karena di tempat itu ada saudara Wiralodra bernama Wirasetro. Meski demikian, Wiralodra tidak bisa membantu Endang Dharma dalam misi mencuri sarpa kadaga. Hal itu karena Wiralodra misi yang berbeda, yakni mempersiapkan Cimanuk menjadi pangkalan armada angkatan laut Demak dalam rangka penyerangan Demak ke Banten dan Sunda Kalapa. Misi itu dia emban sejak Demak dipimpin Raden Patah, lalu Adipati Yunus, hingga Sultan Trenggono. Misi Endang Dharma dikisahkan berakhir sukses.

Pusara
Sutadji K.S. memiliki pendapat, sosok Endang Dharma adalah Nyi Mas Gandasari, seperti terdapat dalam beberapa sumber babad di Cirebon. Mengenai Gandasari ini, dikisahkan untuk mencari pasangan dalam misi mencuri sarpa kandaga. Di Desa Panguragan, ia mengadakan sayembara seolah-olah mencari jodoh. Yang dapat mengalahkan kesaktian Endang Dharma, dialah yang menjadi jodohnya.
Beberapa pembesar dan pendekar mencobanya, seperti Pangeran Rudamala, Dipati Rangkong, Jaka Supetak, Ki Demang Paluamba, Jaka Pekik, Ki Jungjang, Ki Plered, dll. Yang dapat menandinginya adalah Pangeran Ramagelung (Jaka Soka). Gandasari lari ke Keraton Pakungwati. Ramagelung menuntut dijadikan suami. Setelah dijelaskan Sunan Gunung Jati tentang misi rahasia, Ramagelung menyadari. Ia pun ikut membantu Gandasari. Gandasari mendapat gelar baru, Nyi Mas Ratna Panguragan.
Menurut Sutadji, pusara Endang Darma terdapat di Bojong Indramayu. Situs yang terdapat di Panguragan Cirebon dianggap hanyalah merupakan petilasan saat ia berkhalwat, yang ketika akan memasuki arena sayembara.

Sumber dari Cirebon
Sumber tradisional Cirebon, seperti ditulis dalam buku Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah (P.S. Sulendraningrat, 1990) menyebut nama Gandasari dalam “peristiwa sarpa kandaga”. Meski demikian, tak disebutkan kedentikan Gandasari sebagai Endang Darma.
Hal serupa juga pada buku Kerajaan Cerbon 1479-1809 (Unang Sunardjo, 1983) yang menegaskan peristiwa itu terjadi pada tahun 1529. Dalam peristiwa dengan Rajagaluh itu turut serta Nay Mas Gandasari, yang berhasil mengambil pusaka Rajagaluh, golek sarpa. Lagi-lagi tak ada penyebutan identik dengan Endang Darma. Selain itu, Cirebon juga didukung Demak. Ikut pula Adipati Wiralodra dari Dermayu dan para Ki Gedeng. Gandasari wafat dimakamkan di Panguragan Cirebon.
Identitas Endang Dharma atau Gandasari atau Ratna Panguragan sebagai Siti Maemunah dari Pasai, adik Fatahillah dan cucu salah seorang walisanga, Maulana Malik Ibrahim seperti yang diungkapkan Sutadji, ternyata tidak ada sumber lain yang menyebutkan itu. Akan tetapi Sutadji berargumen, nama-nama itu sebagai upaya penyamaran Endang Dharma. Pada pokoknya menurut dia, figurnya tetap satu, yakni Endang Dharma.
Peneliti babad dari Keraton Kacirebonan, drh. R. Bambang Irianto, B.A. pada saat seminat Sejarah Indramayu tahun 2007 bahkan menegaskan, tidak ada satu naskah pun selain Babad Dermayu yang menyatakan bahwa Endang Darma identik dengan Nyi Mas Gandasari atau Nyi Gedeng Panguragan.

Kesaksian kultural
Ada dua hal yang menjadi ketidakjelasan tokoh Endang Dharma. Pertama, hanya Babad Dermayu yang menyebut Endang Darma identik dengan nama tiga perempuan sekaligus, yaitu Gandasari, Nyi Panguragan, dan Siti Maemunah. Babad Cirebon  menyebutkan tokoh Gandasari identik dengan Nyi Panguragan dan disebutkan pula berasal dari Aceh (tak menyebut nama), tetapi tanpa menyebut nama Endang Darma. Dua sumber yang sam-sama sebagai sumber tradisional itu ternyata tidak sebangun. Sumber tradisional dari daerah lain ataupun sumber asing hingga kini belum ada.
Kedua, nama Endang Dharma yang dipercaya sebagai cikal-bakal nama daerah Indramayu, justru memiliki perbedaan misi antara pendapat Dasuki dengan Sutadji, meskipun keduanya bersumber pada sumber tradisional yang sama.
Pemerhati sejarah Indramayu, Sulistijo, berpendapat ketokohan Dharma Ayu hingga kini belum jelas. ”Malah buku yang ditulis H.A. Dasuki seperti bersikap mendua, antara menceburkan diri ke sungai Cimanuk ataukah menikah dengan Wiralodra. Sulitnya, babad daerah lain justru tak mengenal namanya,” ungkapnya.
Jika dianggap sebagai kekurangan pada diri Endang Dharma, kekurangan itu adalah hanya sumber tradisional berupa babad Dermayu yang menyebut keberadannya. Sumber lain, baik historiografi tradisional dari daerah lain maupun yang modern, justru tak menyebutkannya. Hal inilah yang membuat tokoh perempuan itu seperti terselubung misteri kegelapan. Sebuah kekurangan, yang sesungguhnya, adalah yang paling elementer untuk mengangkat ketokohan seseorang maupun kevalidan data.
Sesuatu yang mengindikasikan, sebagaimana dikatakan ilmuwan Belanda, C.C. Berg, cerita seperti itu, termasuk tentang Endang Dharma Ayu hanyalah sebagai ekspresi kultural ketimbang kesaksian sejarah. (Supali Kasim)***

6 komentar:

  1. maaf pak, saya copy link nya...
    informasi yang bagus, terimakasih :)

    BalasHapus
  2. tolong sebutkan wilaroda 1 sampai 7 dengan nama aslinya

    BalasHapus
  3. Maaf.. Punya literature dari istri Serta Anak anak keturunan Asli (Falid) pangeran arya wira Lodra ?

    BalasHapus
  4. Maaf.. Punya literature dari istri Serta Anak anak keturunan Asli (Falid) pangeran arya wira Lodra ?

    BalasHapus
  5. Ambilah kesimpulan dari semua kalangan... Makam raden wiralodra masih ada misteri....

    BalasHapus

statistik