Halaman

KISER Dermayon

WACANA & NURANI WONG INDRAMAYU

Kamis, 14 Juli 2011

Kontribusi Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pancasila sebagai Landasan Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membentuk Manusia Seutuhnya



Oleh  SUPALI KASIM




BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah seni berpikir, yang posisinya berada di antara agama dan ilmu. Berbeda dengan ranah agama yang beresensi kebenaran yang mutlak, atau ranah ilmu yang selalu mencari kebenaran, ranah filsafat berada di antara keduanya. Filsafat berupaya mencari kebenaran dan terus mencari kebenaran. Belajar filsafat berarti mencitai kebenaran dan mencintai kebijaksanaan.

Bersilsafat adalah berpikir secara radikal (sampai ke akar-akarnya) dengan memberikan argumen yang bernalar (Alwasilah, 2008:7). Inilah yang membedakan dengan agama, yang kebenarannya berasal dari adanya keyakinan yang mutlak. Berbeda pula dengan ilmu, yang hakikatnya mencari terus-menerus mencapai kebenaran. Filsafat  terus-menerus mencari kebenaran, tetapi di situ pula ada kebijaksanaan.
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu “philosophy”, sedangkan dalam bahasa Yunani “philein” atau “philos” dan “sofein” atau “sophi”. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu “falsafah” yang artinya al-hikmah, akan tetapi kata tersebut pada awalnya berasal dari bahasa Yunani. “Philos” artinya cinta, sedangkan “sophia” artinya kebijaksanaan. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan, yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-hikmah (Hakim dan Saebani, 2008:14).
Definisi filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebagai berikut: (1) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. (2) Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan. (3) Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. (4) Falsafah (KBBI, 1995:277).
Selain definsi tersebut di atas, ada lima defisinsi (Titus, dkk., 1979 dalam Alwasilah: 2008, 7-8). Kelima definisi ini menunjukkan ragam pemahaman manusia dan penggunaan terhadap (kata) filsafat.
1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.
2.      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4.      Filsafat adalah sebagian analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5.      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang lansgung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Berangkat dari konsep, problema, dan pemikiran inilah, pembangunan bidang pendidikan memerlukan landasan filosofis untuk mencapai tujuan yang mulia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya. Penyelenggaraan pendidikan juga berkaitan dengan  landasan negara, Pancasila, yang perlu digali falsafahnya sebagai landasan pendidikan. Filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan perlu diketahui oleh para penyelenggara pendidikan, pendidik, maupun para orangtua agar dapat membantu tujuan pendidikan.
Diktat “Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum” (Mien Danumihardja, 2011:3) menyebutkan pendapat Donald Butler (1950), bahwa filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktek pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat. Brubacher (1950) mengemukakan 4 pandangan tentang hubungan ini: (a) filsafat merupakan dasar utama dalam filsafat pendidikan, (b) filsafat merupakan bunga, bukan akar pendidikan, (c) filsafat pendidikan berdiri sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan dari kontak dengan filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting, (d) filsafat dan teori pendidikan menjadi satu. John Dewey berpendapat, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama dengan kehidupan.

1.2  Rumusan Masalah
Seperti disebutkan di atas, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Dengan kata lain, dengan mempelajari filsafat pendidikan, seseorang akan lebih bijaksana dalam memandang pendidikan atau menyelenggarakan pendidikan ataupun menjadi pendidik. Sesorang akan melebihi orang biasa dalam cara berpikir dan bertindak, karena itu dia menjadi bijaksana.
Diktat “Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum” (Mien Danumihardja, 2011:5) menyebutkan filsafat adalah mencari atau mencintai kebenaran dan kebijaksanaan atau kearifan (mencari kebenaran yang hakiki). Pendekatannya melalui ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi menyelidiki jenis dan hakekat yang ada (what is real?) dan mengacu kepada mengetahui realitas di balik yang tampak (what is absoulute?). Epistemologi menyangkut masalah pengetahuan (what is true?) dan termasu k di dalamnya penelitian tentang semantika, logika, dan matematika (what can we know?). Aksiologi menyangkut masalah nilai (value) baik / buruk (what is is good?) dan menyelidiki pengertian, jenis, tingkat, sumber, dan hakikat nilai (what is our moral questions?). Kata lainnya adalah ontologi menyelidiki apa yang nyata, epistemologi menyelidiki apa yang benar atau bagaimana tahu itu benar, dan aksiologi menyelidiki apa yang sebaiknya dilakukan (etika dan estetika).
Mengungkapkan tujuan pendidikan bisa menjadi pertanyaan yang harus dijawab filsafat pendidikan. Akan tetapi filsafat pendidikan tidak akan tuntas tanpa menjawab pertanyaan turunan seperti berikut ini: Apa hakikat manusia? Bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan? Apa standar moral yang harus dipegang manusia? Bagaimana semestinya masyarakat diorganisir? Tidaklah cukup sekadar mengkalimatkan tujuan pendidikan. Tujuan itu  seyogyanya dirinci sedemikian rupa sehingga metode untuk menggapai tujuan itu jelas. Tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya.
Tujuan seperti itu juga berkaitan dengan pandangan hidup dalam bernegara. Oleh karenanya pertanyaan seperti ini harus dituntut oleh filsafat yang memandang kehidupan bernegara dan menjadi landasan negara di Indonesia, yakni filsafat Pancasila. Secara ontologis, Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki pemikiran tentang negara, bangsa, masyarakat, dan manusia.
Kaitan antara pendidikan --yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya, dengan filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila --yang menjadi landasan pendidikan, permasalahan yang perlu dikemukakan adalah:
1.      Apa sesungguhnya kontribusi filsafat pendidikan sebagai landasan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya?
2.      Apa sesungguhnya kontribusi filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya?
Atas pertayaan-pertanyaan seperti itu bisa jadi mencuatkan berbagai teori  dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme, dan sebagainya.


1.3  Tujuan Penulisan
Mengungkap kontribusi filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila pada dunia pendidikan memerlukan metode tersendiri. Hal itulah yang menjadi tujuan penulisan ini, sehingga akan terkuak nilai-nilai apa yang sesungguhnya menjadi esensi kebaikan, kebenaran, dan kebijaksanaan yang diperoleh dari pendidikan. Hasil ini bisa diketahui setelah metode filsafat efektif dilakukan.
Metode atau cara kerja filsafat adalah dialektika, yaitu suatu kaji telik konseptual dengan mengajukan berondongan pertanyaan, sejumlah jawaban, dan membangun berbagai implikasi dari jawaban-jawaban itu secara berkelanjutan dalam lingkaran tanpa titik akhir (Alwasilah, 2008:9).
Tujuan penulisan tulisan ini adalah:
1.      Berupaya mengungkap kontribusi filsafat pendidikan sebagai landasan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya.
2.      Berupaya mengungkap kontribusi filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya.
Penulisan ini juga bertujuan memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) 2010/2011 mata kuliah Filsafat Pendidikan pada Program Magister Pendidikan Universitas Swadaya Gunung Djati (Usnwagati) Cirebon.

























BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kontribusi Filsafat Pendidikan sebagai Landasan Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan teori yang mendasari alam pikiran tentang dunia pendidikan atau suatu kegiatan pendidikan. Dalam masyarakat apapun dari zaman dahulu sampai zaman sekarang, pendidikan itu dipersepsi sebagai sesuatu yang mulia. Kontribusi atau sumbangan filsafat pendidikan sebagai landasan pendidikan dan membntuk manusia seutuhnya adalah sebagai berikut:

1. Memberi inspirasi untuk menyatakan tujuan pendidikan bagi masyarakat.
Pendidikan adalah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya. Untuk mencapai kehidupan bangsa yang cerdas dan pembentukan manusia seutuhnya, tentu ditemui masalah atau persoalan. Dalam hal ini filsafat pendidikan memberikan kontribusinya, yang berkaitan erat dengan penetapan hakikat dari tujuan, alat pendidikan, dan kemudian menerjemahkan prinsip-prinsip ini ke dalam kebijakan untuk diimplemetasikan.
Filsafat pendidikan memberi ruang untuk melakukan perenungan akan keterlibatan masyarakat dalam aktivitas keidupan dalam pendidikan. Perenungan itu berupa pengkajian pendidikan dari berbagai posisi pemikiran filsafat. Diharapkan pemikiran filsafat itu mampu memberi kontribusi berupa sifat, nilai, tujuan, signifikasi, dan cakupan pendidikan.
Diktat “Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum” (Mien Danumihardja, 2011:2) menyebutkan filsafat pendidikan merupakan jawaban esensial/mendasar atas pertanyaan-pertanyaan: (a) Apa yang menjadi tujuan pendidikan? (b) Siapa pendidik dan terdidik? (c) Apa isi pendidikan? (d) Bagaimana proses interaksi pendidikan? Jawaban filosofis dari filsafat adalah berarti upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya.
Tujuan pendidikan harus memiliki landasan filosofis yang kuat. Hal itu karena dari sisi tujuan pendidikan akan berpengaruh pada isi pendidikan, proses pendidikan, maupun evaluasi tergadap pendidikan.


2. Memberi arah yang jelas dan tepat dalam mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktek di lapangan dengan rambu-rambu dan teori pendidikan.
Kebijakan pendidikan terlihat pada produk hukum berupa Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), maupun Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas). Secara umum dasarnya termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, “…mencerdaskana kehidupan bangsa…” maupun Pasal 31 UUD 1945. Dasar filsosofisnya dipetik dari aliran-aliran filsafat yang memengaruhi pendidikan dan implikasi aliran tersebut terhadap pengelolaan pendidikan, yakni:
a.       Idealisme, yang berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspesksi. Implikasinya adalah pada tujuan pendidikan, yaitu membentuk karakter manusia.

b.      Realisme, yang berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh bersifat dualistis. Implikasinya pada tujuan pendidikan, yaitu membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggungjwab kepada masyarakat.

c.       Pragmatisme, yang merupakan filsafat esensi ajarannya hidup. Bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Implikasinya pada tujuan pendidikan, yaitu menggunakan pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi.

d.      Humanisme, yang berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan pada kebutuhan anak. Implikasinya pada tujuan pendidikan adalah untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral.

e.       Behaviorisme, yang memandang perubahan perilaku akan terjadi pada seseorang setelah memperoleh stimulus dari luar. Hal ini sebagai sesuatu hal yang sangat penting. Implikasinya pada tujuan pedidikan, yaitu menekankan pada proses mengubah atau memodifiksi tingkah laku.

Praktek pendidikan merupakan masalah yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih kompleks yang tidak hanya dibatasi pengalaman maupun fakta belaka. Di situ harus ada kebijakan pendidikan dari hasil kajian teoritis, psikologis, maupun filosofis berupa kurikulum.
Kurikulum adalah cerminan filsafat yang dipercayai oleh masyarakatnya. Lebih spesifik lagi adalah yang diajarkan guru di kelas jangan hanya pengalaman dan fakta belaka, tetapi harus mampu mencerminkan keyakinannya atau filsafat pendidikannya. Kurikulum menggarap aspek tertentu dari filsafat dan lebih melihat manusia dalam bingkai mikrokosmos, sementara filsafat merupakan teori umum ihwal pendidikan dan melihat manusia dalam bingkai makrokosmos (Alwasilah, 2008:16).
Filsafat pendidikan merangkum bukan hanya bagaimana mencerdaskan siswa, tetapi lebih dari itu bagaimana memanusiakan manusia (siswa) atau membentuk manusia seutuhnya.


3. Memberi arah agar guru menguasai konsep yang akan dikaji serta paedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subjek terkait agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Filsafat pendidikan akan menjauhkan perbuatan meraba-raba dan mecoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah pendidikan. Filsafat pendidikan melakukan suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah pendidikan dengan menggunakan filsafat pengetahuan atau teori yang dihasilkan dengan pendekatan filosofis.
            Hal ini juga berkaitan dengan 3 (tiga) persoalan umum yang diketemukan dalam filsafat pendidikan, yang berkorelasi dengan pencarian kebenaran, yang bermakna menelusuri hakikat dan sumber kebenaran. 3 (tiga) hal itu adalah:
a.   Ontologi (hakikat realita) dalam filsafat pendidikan berupaya untuk mengetahui hakikat pendidikan, hakikat guru, hakikat siswa, dan hakikat lainnya yang berhubungan dengan pendidikan, sehingga mengetahui bagaimana memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan.

b.   Epstemologi (hakikat pengetahuan) dalam filsafat pendidikan berupaya untuk mengkaji suatu pengetahuan, keabsahan pengetahuan, struktur, metode, dan pendekatan pembelajaran yang diimplemetasikan dalam pembelajaran dan disampaikan kepada siswa.

c.   Aksiologi (hakikat nilai) dalam filsafat pendidikan menekankan nilai manfaat, yang merupakan alat filsafat untuk menemukan hakikat. Keberadaan pendidikan harus bermanfaat bagi peradaban kemanusiaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.


2.2 Kontribusi Filsafat Pancasila sebagai Landasan Pendidikan
Pancasila sebagai sistem filsafat bisa dilihat dari pendekatan ontologis, epistemologis, maupun aksiologis. Diktat “Filsafat Pancasila” (Mien Danumihardja, 2011) menyebutkan secara ontologis berdasar pada pemikiran tentang negara, bangsa, masyarakat, dan manusia. Secara epistemologis berdasar sebagai suatu pengetahuan intern struktur logis dan konsisten implementasinya. Secara aksiologis bedasar pada yang terkandung di dalamnya, hirarki dan struktur nilai, di dalamnya konsep etika yang terkandung.
Dasar ontologis Pancasila sebagai sistem filsafat bisa diinterpretasi bahwa adanya negara perlu dukungan warga negara. Kualitas negara sangat bergantung pada kualitas warga negara. Kualitas warga negara sangat erat berkaitan dengan pendidikan. Hubungan ini juga menjadi timbal-balik, karena landasan pendidikan haruslah mengacu pada landasan negara. Esensi landasan negara harus benar-benar memperkuat landasan pendidikan untuk mencapai tujuan bersama adanya keserasian hubungan antara negara dengan warga negara.
Dasar epistemologis Pancasila sebagai sistem filsafat adalah Pancasila merupakan sumber pengetahuan, sistem pengetahuan, dasar kebenaran pengetahuan, dan cara mendapatkan pengetahuan. Unsur-unsur tersebut amat berguna untuk memperkokoh landasan pendidikan. Hal tersebut bisa dikaitkan dengan pendidikan sebagai sebuah studi yang lebih berorientasi pada penelitian (inquiry oriented) dan pendidikan sebagai sebuah praktik. Filsafat Pancasila akan berguna untuk menunjang kedua ranah pendidikan tersebut.
Dasar epistemologis Pancasila sebagai sitem filsafat adalah Pancasila sebagai hakikat nilai, sumber nilai, dan struktur nilai. Sebagai dasar filsafat negara, penjabarannya diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan dan aspek normatif lainnya. Aplikasinya dalam berbagai bidang dan berbagai kebijaksanaan dalam setiap program, termasuk bidang pendidikan.
Kontribusi filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan bisa pula dilihat secara das sein (fakta sebagaimana adanya) dan das sollen (bagaimana yang diinginkan dan seharusnya). Sila-sila dalam Pancasila merupakan realitas yang tumbuh subur berabad-abad di bumi nusantara. Aspek ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial dipetik dari bumi Indonesia sendiri, yang menjadi ruh landasan bernegara dan bermasyarakat. Pemeliharaan aspek-aspek tesebut selama berabad-abad merupakan bidang pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang makin memperkokoh landasan bernegara. Fakta semacam ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena das sein tersebut secara nyata telah menjadi acuan landasan bernegara.
Secara das sollen, jika dikaitkan dengan pendidikan, bisa dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dua kalimat tersebut bukan hanya mencerminkan pentingnya pendidikan, tetapi juga menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Memajukan kesejahteraan umum sangat berhubungan dengan hasil pendidikan. Mencerdaskan kehidupan bangsa diperoleh dari proses pendidikan yang berkualitas. Demikian pula, dua kalimat itu juga menjadi landasan, dasar dan inspirasi bagaimana pendidikan seharusnya diselenggarakan.
Filsafat Pancasila erat pula kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan. Pancasila bukan hanya sebagai ideologi negara dan dasar negara. Lebih dari itu adalah sebagai pandangan hidup bangsa dan kepribadian bangsa. Faktor-faktor tersebut  akan memeperkokoh identitas nasional. Das sein dan das sollen dalam Pancasila sebagai sistem filsafat mengungkapkan bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa dan menggambarkan bagaimana membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

















BAB  III
SIMPULAN DAN PENUTUP

3.1 Simpulan
Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktek pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat. Filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan berguna untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya. Pembentukan manusia seutuhnya tersebut sesuai dengan konsep dasar pendidikan yakni bagaimana memanusiakan manusia.
Setelah dilakukan pengkajian pustaka kaitan antara pendidikan --yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya, dengan filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila --yang menjadi landasan pendidikan, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1.   Kontribusi filsafat pendidikan sebagai landasan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya, yakni:
a.   Memberi inspirasi untuk menyatakan tujuan pendidikan bagi masyarakat.
b.  Memberi arah yang jelas dan tepat dalam mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktek di lapangan dengan rambu-rambu dan teori pendidikan.
c. Memberi arah agar guru menguasai konsep yang akan dikaji serta paedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subjek terkait agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

2.  Kontribusi filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya, yakni:
a. Pendekatan secara ontologis berdasar pada pemikiran tentang negara, bangsa, masyarakat, dan manusia. Secara epistemologis berdasar sebagai suatu pengetahuan intern struktur logis dan konsisten implementasinya. Secara aksiologis bedasar pada yang terkandung di dalamnya, hirarki dan struktur nilai, di dalamnya konsep etika yang terkandung.

b.   Secara das sein,  sila-sila dalam Pancasila merupakan realitas yang tumbuh subur berabad-abad di bumi nusantara. Pemeliharaan aspek-aspek tesebut selama berabad-abad merupakan bidang pendidikan, baik formal maupun nonformal, yang makin memperkokoh landasan bernegara. Secara das sollen, jika dikaitkan dengan pendidikan, bisa dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
c.  Filsafat Pancasila erat pula kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan. Pancasila bukan hanya sebagai ideologi negara dan dasar negara. Lebih dari itu adalah sebagai pandangan hidup bangsa dan kepribadian bangsa. Faktor-faktor tersebut  akan memeperkokoh identitas nasional.


3.2  Penutup
Filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila sebagai landasan pendidikan perlu diketahui oleh para penyelenggara pendidikan, pendidik, maupun para orangtua agar dapat membantu tujuan pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia seutuhnya.
Mudah-mudahan kajian pustaka untuk menelusuri kaitan antara tujuan pendidikan dengan filsafat pendidikan dan filsafat Pancasila ini dapat berguna.






Kepustakaan:


Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya.

Danumihardja, Mintarsih. 2011. Filsafat Pancasila (Diktat Perkuliahan).

Danumihardja, Mintarsih. 2011. Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum (Diktat Perkuliahan).

Hakim, Atang Abdul, dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia.
































DAFTAR ISI:



Daftar Isi ...............................................................................................................  i

Bab I Pendahuluan ..............................................................................................  1
1.1  Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3  Tujuan Penulisan .............................................................................................. 4

Bab II Pembahasan .............................................................................................. 5
2.1 Kontribusi Filsafat Pendidikan sebagai Landasan Pendidikan……................. 5
2.2 Kontribusi Filsafat Pancasila sebagai Landasan Pendidikan............................ 7

Bab III Simpulan dan Penutup ......................................................................... 14
3.1. Simpulan........................................................................................................ 14
3.2  Penutup............................................................................................................15





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

statistik